Thursday, November 29, 2007

Re: [beasiswa] Re: (Info) Times Top400 universities- Warning untuk Indonesia.......

Saya memberikan komentar pribadi saya tentang apa yang dibahas di mailing-list beasiswa@yahoogroups.com. Saya menuliskan pemikiran saya pribadi di blog ini karena saya pikir apa yang saya tuliskan sebagai komentar masih sangat dini sebagai sebuah ide.
Komentar saya tuliskan di bawah, mengikuti bagian tulisan yang saya komentari.

On 11/26/07, Pan Mohamad Faiz <pm_faiz_kw@yahoo.com> wrote:
"Bercermin dari keberhasilan India membuat "Silicon
Valley" kedua di Bangalore adalah hal yang patut kita
contoh, apakah infrastruktur mereka lebih kuat
dibanding kita? atau jumlah penduduk miskin kita lebih
besar dari mereka? belum tentu. Jadi dimana letak
kekurangan kita?....."

Tanggapan:

Boleh percaya atau tidak, infrastruktur mereka lebih rentan dibandingkan dengan negara kita dan jumlah penduduk miskinnya berkali lipat dari Indonesia.

Bedanya di mana? Mereka menaruh pendidikan sebagai salah satu prioritas sektor utama sejak dua dekade belakangan. Mereka menyadari bahwa hanya dengan pendidikan keterbelakangan dapat diatasi, sebab pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang butuh kesabaran dan keuletan untuk menikmati buahnya hasilnya. Budaya belajar-mengajar di seluruh lapisan masyarakat pun sangat tinggi, padahal bila kita dibandingkan infrastruktur Universitasnya pun tidak jauh beda dengan SMP atau SMA di Indonesia. Tapi salutnya tidak ada yang mengeluh secara berlebihan terhadap hal tersebut, sebab mereka lebih mengutamakan isi ketimbang kulit.
Indonesia masih sangat kekurangan dengan orang-orang yang mau bersusah payah 'menggelindingkan bola salju' pendidikan. Masalahnya, secara faktual, sangat banyak. Di antaranya kenyataan hidup di Indonesia menuntut tenaga pengajar untuk mencari sampingan. Sangat sedikit tenaga pengajar yang betul-betul mengabdikan dirinya untuk berkegiatan mengajar, meneliti, dan mengabdi. Bagaimanapun, faktanya mengantar anak ke sekolah tidak bisa dibayar dengan pengabdian. Susu anak tidak bisa dibeli dengan berapa lama seorang dosen telah mengabdi pada institusi pendidikan di mana dia mengajar.
Di satu sisi penghargaan jerih payah tenaga pengajar dari tingkat TK, SD, hingga Perguruan Tinggi sangat jauh dari memadai, di sisi lain tuntutan biaya pendidikan untuk anak-anak para tenaga pengajar ini sangat mencekik dompet.
Keadaan semacam ini tidak mendapatkan banyak perhatian dari pejabat yang duduk di kabinet mana pun di Indonesia, setidaknya hingga tahun ini. Saya belum punya data pendukung pasti untuk klaim ini. Melihat kenyataan yang ada, perhatian pemerintah terhadap pendidikan di tanah air sangat kurang.
Membaca tulisan di milis beasiswa, saya punya idealisme untuk mulai 'menggelincirkan bola salju' pendidikan dengan membuat modul-modul dan tulisan-tulisan yang sedapat mungkin bisa diakses oleh seluruh penduduk di Indonesia. Upaya yang telah dirintis oleh ilmukomputer.org bisa menjadi contoh. Perlu upaya yang konsisten, sabar, dan sungguh-sungguh agar kondisi pendidikan di Indonesia bisa menyamai kondisi di India.

Intinya, mengutip beberapa pakar pendidikan India yang pernah berpesan pada saya, "Invest in human first, not in infrastructure".

Wallahu'alam bishawab...

Best Regards,

Pan Mohamad Faiz
DP PPI India


--
barliant@{ cbn.net.id, gmail.com}
Visit my Blog @ barliant.blogspot.com

No comments:

Post a Comment